TASIK – Pondok Pesantren Riyadlul-Ulum Wadda’wah di Condong Setianegara Cibeureum, merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Dikenal dengan nama Pesantren Condong, didirikan oleh KH Nawawi sekitar abad 18 dan berdiri pada sebidang tanah wakaf dari Pangeran Cornell, Sumedang.
Sebelum menjadi pesantren modern seperti sekarang, Pesantren Condong mengkhususkan diri pada kajian kitab kuning karya ulama-ulama salafi terkenal. Seperti pesantren salafiyah yang lainnya, manajemen yang dijalankan pesantren ini secara tradisional.
Pola pengajaran yang diterapkan masih sederhana, seperti bandongan, sorogan dan wetonan di bawah bimbingan kiai.
Kemudian corak pendidikan salafi berubah menjadi modern setelah penerus pesantren selesai mengenyam pendidikan di Pondok Modern Darussalam, Gontor. Tahun 1980-an, dimotori oleh para kader-kader inilah Pesantren Condong menerapkan sistem manajemen modern.
Sistem keuangan pun dibenahi, kurikulum dibakukan dan diperkaya dengan muatan-muatan tambahan seperti bahasa Arab, bahasa Inggris dan berhitung. Yang paling mencolok, para santri diwajibkan berkomunikasi dengan bahasa Arab dan bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari.
Pada tahun 2001, Pondok Pesantren Condong mulai menyelenggarakan pendidikan formal setingkat SMP. Selanjutnya di tahun 2004, dibuka lembaga pendidikan tingkat SMA.
Pendidikan dan pengajaran di SMP-SMA Terpadu ini merupakan perpaduan antara tiga sistem kurikulum. Pertama kurikulum pesantren salaf, kedua kurikulum pesantren modern ala Pondok Modern Darussalam Gontor dan kurikulum yang bersumber dari Departemen Pendidikan Nasional yang mengutamakan keseimbangan iman, ilmu dan amal.
Pada tahun 2009, Pondok Pesantren Condong membuka pendidikan pesantren tingkat Ma’had Aly yang merupakan kelanjutan dari sistem pembelajaran 6 tahun di SMP-SMA Terpadu. Ma’had Aly ini didesain untuk mencetak kader-kader ulama yang bertafaquh fiddin dan siap berdakwah di masyarakat.
Ustadz Endang Rahmat, anak ke-11 dari KH Ma’mun —penerus Pesantren Riyadul Ulum Wadda’wah/ generasi ke enam— menyatakan, pendidikan salafiyah di Pesantren Riyadul Ulul Wadda’wah sampai saat ini tetap dipertahankan. Bahkan dipadukan dengan model pendidikan modern yang diadopsi dari Pesantren Gontor tersebut.
“Semua kitab kuning dikaji, sementara itu lembag pendidikan umum pun didirikan dari mulai MI, SMP, SMA, Ma’had ‘Aly kalau di pesantren salaf,” paparnya saat ditemui Radar di rumahnya.
Dia melajutkan, perubahan metode pendidikan dari salafiyah ke sistem modern merupakan tuntutan zaman. Dengan begitu para alumni mampu ngigelan zaman.
“Ini karena menurut hasil pengamatan saya, animo masyarakat terhadap pesantren sudah berkurang. Karena tergerus oleh sistem wajar dikdas,” ungkapnya.
Perubahan sistem pendidikan tersebut, kata dia, dilakukan ketimbang pesantrennya tergerus oleh wajar dikdas, lebih baik sistem pelajaran dan pembelajaran pendidikan nasional diadopsi ke dalam sistem pendidikan pesantren. “Karena yang penting itu bukan nama, tapi isinya,” tandas dia.
Dengan mengadopsi dua sistem pesantren ini, para alumni bisa melanjutkan ke perguruan tinggi manapun baik di Indonesia maupun di luar negeri. Selain itu, karena siswanya juga masih dididik dengan pendidikan model santri salafi, mereka siap ditempatkan kapan dan dimanapun diminta. Baik menjadi imam, ustadz maupun sebagai wirausahawan.
Tradisi-tradisi pesantren yang sampai sekarang masih dipelihara seperti membaca kitab barjanzi, yasinan dan tahlilan. Bahkan sekarang setelah mengadopsi metode pendidikan formal, semua jadwal pelajaran di pesantren maupun di sekolah bisa semakin teragenda.
“Kita ini tidak menyalahi kodrat, karena kita memakai konsep Al-muhafadhatu ‘Ala Qadimi As-Shalih wal Akhdu bil Jadidi al-Aslah. Yang artinya menjaga nilai-nilai tradisi lama dan mengambil tradisi baru yang lebih baik,” ucapnya memberikan alasan.
Pernyataannya ini dibuktikan dengan 75 alumni angkatan ke lima sekarang tidak ada yang menganggur. Mereka telah disebar ke berbagai bidang. Ada yang kuliah, ada yang diminta oleh 8 pesantren di Jawa Barat dan Jawa Tengah dan juga ada yang masih mengabdi di pesantren.