Seorang santri yang pertama kali menginjakkan kakinya di pesantren condong akan tertegun menyaksikan dinamika kehidupan yang ada di pondok ini. Kini, ketika ia sudah diterima menjadi santri setelah melalui ujian masuk bersama-sama santri lainnya, mulailah ia merasa berada di dunia baru yang tidak ia temukan di sekolah manapun di dunia ini. Dengan waktu liburan yang hanya disediakan pada akhir semester, kesempatan pulang ke rumah pun untuk terus bertemu orang tua tidak banyak. Inilah pintu gerbang menuntut ilmu yang sesungguhnya.
Saat tiba di condong, tak seorang pun yang kita kenal. Orang tua pun telah pulang ke rumah meninggalkan kita seorang diri di pondok yang mengajarkan kemandirian ini. Semenjak itulah, pada saat kita mulai melangkah di condong dan memasuki kamar yang telah ditentukan, terlihatlah wajah-wajah baru yang perasaannya tidak jauh berbeda dengan santri-santri lainnya. Kesamaan perasaan inilah yang memacu mereka untuk saling mengenal satu sama lain. Demikianlah, sejak awal condong telah mengajarkan kepada seluruh santrinya untuk percaya diri dan hidup mandiri dengan belajar saling membantu dan menjalin silaturrahim.
Dengan cepat, santri-santri condong telah menyadari bahwa tidak selamanya mereka akan bergantung kepada orang tua apalagi kepada orang lain. Namun, sebagai makhluk sosial, manusia haruslah pandai bergaul dan suka menolong orang lain. Bukankah Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama ia menolong sesamanya? Selama hidup di condong, para santri tumbuh dengan jiwa suka menolong karena mereka saling membutuhkan satu sama lain.