Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, pengajaran, disiplin dan bahasa, OSPC Putri Pesantren Riyadlul Ulum Wadda'wah Condong, mengunjungi Pondok Modern Darussalam Gontor Putri 3 dan PM.Assalam Solo untuk melakukan Studi Banding. Para santri tiba di Pondok Modern Darussalam Gontor Putra 1 pada kamis (27/03) pagi, kemudian perjalanan dilanjutkan ke Gontor Putri 3 selama 2 hari (26-27 Maret). Rombongan berjumlah yang 98 orang santri putri, 4 Ustadz, 10 Ustadzah, Acara diawali dengan sambutan dari perwakilan Ustad pembimbing Budi Syihabudin, S.Thi. Kemudian dilanjutkan dengan presentasi
mengenai sistem pendidikan dan pengajaran di Pondok Modern Darussalam
Gontor Putri 3 oleh Pengasuh Ustad.H.saepul Anwar, S.Ag. Siangnya Jum'at 28 maret, rombongan bertolak dari Kampus Pondok Modern Gontor Putri 3 ke PM.Assalam Solo dan bermalam disana, Paginya Sabtu 29 April rombongan meninggalkan Assalam untuk kembali ke Tasikmalaya.
Pondok Pesantren Riyadlul Ulum Wadda'wah Condong Rt.01 Rw.04 Setianegara Cibeureum Kode Pos 46196 Kota Tasikmalaya Jawa Barat
Laman
- BERITA MA'HAD
- INFORMASI
- PENDAFTARAN
- SEJARAH MA'HAD
- VISI/MISI/MOTTO
- SISTEM PENDIDIKAN
- PENGURUS
- MA'HAD
- SMA - T
- SMP - T
- MI-C
- IKPC
- OSPC
- ASATIDZH/AH
- BAGIAN LAC
- BAGIAN PENGASUHAN
- BAGIAN PENGAJARAN
- SEKRETARIS MA'HAD
- BAGIAN ICT
- TATA USAHA
- UNIT USAHA
- FASILITAS
- PRESTASI SANTRI
- AKTIVITAS SANTRI
- DATA SANTRI
- WALI KELAS
- EKSTRA KURIKULER
- FILSAFAT
- GALERI PHOTO
- VIDEO MA'HAD
- BUKU TAMU
- DATA ALUMNI
- ARTIKEL
- MAJALAH CONDONG
- CONDONG TV
- E-BOOK ISLAMI
- DOWNLOAD
- PENDAFTARAN ONLINE
- BAGIAN WAKAF & INVENTARIS
- Web SMAT
- Web SMPT
- Web PPDB
- Web Raport
- Web Pesantren
Minggu, 09 Maret 2014
STRUKTUR ORGANISASI
Dewan Riasah / Majelis Kyai
- KH. Diding Darul Falah (Ketua )
- K. Ade Diar Hasani (Wakil Ketua )
- Drs. KH. Mahmud Farid, M.Pd. (Menjabat Kepala SMAT)
- Drs. Endang Rahmat (Menjabat Kepala SMPT)
Direktur I Pendidikan dan Pengajaran
- Irwan Ridwan, S.Kom., M.Pd.*
- M. Syahruzzaky Romadloni, S.Pd.
- Budi Syihabuddin, S.Th.I
- H. Nurohman
- Yulianti, S.PdI, M.PdI.*
- Titim St Fatimah, S.PdI , M.PdI.*
- Bambang Setiawan, SE., ME*
- Asep S. Alam, S.Pd.
- Irfan Riswandi, S.Kom., M.Pd.
- Asep Munawar, S.Pd.I
- Yanyan Ahmad Yani, S.Pd.*
Sebuah Pesantren yang Berbaur dengan Masyarakat
DI Jawa Barat, barangkali hanya Pesantren Cipasung dan Suryalaya yang dikenal luas. Di Cipasung pada Desember 1994 lalu, Nahdlatul Ulama menggelar muktamar dan memilih kembali Abdurrahman Wahid sebagai Ketua Umum PB NU. Sementara, tuan rumah, KH Ilyas Ruchiyat, terpilih sebagai Rois Aam NU.
Pesantren Suryalaya yang diasuh oleh Abah Anom dikenal luas sebagai tempat rehabilitasi penderita narkotika. Sudah banyak "pasien" narkotika yang sembuh setelah mondok di Suryalaya.
Tapi siapa yang mengenal Pesantren Condong? Jika tak ada Peristiwa Tasikmalaya, barangkali pesantren yang hanya punya sekitar 300 santri ini tak akan pernah dikenal. Condong terkenal karena tiga pengasuh pondok itu -- Ustadz Mahmud Farid, Habib, Ihsan -- terkena musibah dianiaya polisi di Polres Tasikmalaya.
Jika bicara soal jumlah santri, tentu saja Condong termasuk pesantren kecil bila dibandingkan dengan Cipasung atau Suryalaya yang punya ribuan santri. Keduanya juga kondang karena figur kiainya di tingkat nasional. Abah Anom, misalnya, sempat beberapa kali bertemu Presiden Soeharto. KH Ilyas Ruchiyat pun sangat dikenal, lebih-lebih setelah menjabat Rois Aam PB NU.
Pesantren Condong, yang nama resminya adalah Riyadhul Ulum wad Da’wah, letaknya di kampung Condong, Desa Setianegara, kira-kira enam kilometer arah Timur kota Tasikmalaya. Pesantren ini diapit oleh pesantren salaf (tradisional) lainnya yaitu Pesantren Bantar Gedang dan Pesantren Bahrul Ulum Awipari. Uniknya, tak seperti pesantren lain yang punya batas khusus, Pesantren Condong tidak menempati kompleks khusus, tetapi langsung berbaur dengan masyarakat.
Usia Pesantren Condong ini sudah cukup tua. Didirikan oleh KH. Muhamad Nawawi, yang terkenal dengan sebutan Eyang Anwi yang berasal dari Rajapolah, perbatasan Tasikmalaya-Ciamis, sekitar tahun 1800-an. Pada waktu itu, Eyang Anwi memperoleh tanah wakaf dari Pangeran Kornel, Bupati Sumedang saat itu. Atas petunjuk pimpinan pondok pada saat itu, maka lokasi pondok pesantren itu dipindahkan ke lokasi sekarang.
Salah seorang putera KH. Muhamad Nawawi adalah Muhamad Arif yang dikenal dengan nama Haji Adra’i, yang sudah pernah mondok di berbagai pesantren di Jawa dan Madura. Di kemudian hari, sekitar tahun 1930, salah seorang cucu Haji Adra'i, yakni Najmuddin diberi kepercayaan untuk memimpin pesantren yang letaknya di samping rel kereta api ini. Kala itu usia Najmuddin masih sangat muda, sekitar 15 tahun.
Setelah KH Najmuddin wafat pada tahun 1986, dan tidak meninggalkan keturunan, pesantren dipimpin oleh adik Najmuddin yaitu KH Makmun. Hingga sekarang KH Makmun-lah yang memegang tampuk pimpinan pesantren. KH Makmun menikah dengan Oyom Maryam dan dikaruniai 11 orang anak, empat orang putra dan tujuh orang putri. Kiai Makmun sudah punya 43 orang cucu dan 16 orang cicit. Salah satu anak KH Makmun adalah Ustadz Mahmud Farid, korban penganiayaan di Polres Tasikmalaya tadi.
Kendati hanya pesantren kecil, santri Condong berasal dari berbagai daerah. Selain dari Jawa Barat, juga ada yang berasal dari Kalimantan, Timor Timur, Sulawesi dan dua orang dari Malaysia. Condong saat itu punya 16 orang ustadz. Di ponpes Condong terdapat juga santri yang juga siswa sekolah umum, bahkan beberapa mahasiswa Universitas Siliwangi (Unsil) Tasikmalaya ada yang "nyantri" di sana. Karena memang lokasi pesantren ini berdekatan dengan beberapa sekolah negeri dan berdekatan dengan kampus Unsil.
Sistem pendidikan yang diterapkan merupakan perpaduan antara salafiyah (tradisional) dan a’shriyah (modern). Ada pula pengkajian dan pemahaman agama melalui kitab kuning dari tingkatan terendah sampai tertinggi. Dalam mempelajari agama ini, pesantren Condong ini tidak megkhususkan mempelajari satu bidang misalnya fiqh, akan tetapi semua bidang agama dikaji di Condong.
Dalam soal organisasi, Condong termasuk maju. Di sana sudah lama ada dewan santri dengan nama Organisasi Santri Pesantren Condong (OSPC). Sedangkan untuk mengkoordinasikan kegiatan guru di lingkungan pesantren dibentuk pula dewan guru (ustadz) yang dibina oleh KH. Drs. Endang Rahmat dan KH. Drs. Mahmud Farid.
Sebagaimana umumnya sebuah lembaga pendidikan, di pesantren inipun berlaku peraturan yang harus dipatuhi para santri. Pengawasan terhadap peraturan yang berlaku itu diawasi oleh dewan keamanan pesantren. Apabila terjadi pelanggaran, maka akan dikenakan sanksi atau hukuman yang sudah disepakati berdasarkan musyawarah pesantren antara OSPC dan dewan ustadz.
Hukuman untuk Rizal, anak Kopral Nursamsi, yang kedapatan mencuri uang santri dan dihukum rendam dan diceples adalah contoh sanksi itu. Tapi sanksi atau hukuman itu tidak berat dan hanya merupakan pelajaran agar si pelaku tidak mengulangi perbuatannya. "Biasanya kalau kita menerapkan sanksi itu, pihak keluarga tidak pernah mempersoalkan. Karena itu untuk kebaikan si santri. Tapi untuk kasus Rizal ini, kita juga tidak memperkirakan akan menjadi begini. Namun kami mengambil hikmahnya saja," kata KH. Drs. Endang Rahmat menjelaskan tentang sanksi yang diterapkan di pesantrennya itu.
Toh dari kacamata santri, semua kejadian bisa dipetik hikmahnya. "Ya, hikmahnya adalah Pesantren Condong menjadi terkenal," ujar KH. Drs. Endang agak berseloroh.
PSB Th Ajaran 2009/2010
VISI
Membangun insan paripurna yang berakhlak mahmudah serta berwawasan ilmiah dan memiliki daya saing dalam menghadapi era globalisasi yang dilandasi oleh ilmu amaliah , amal ilmiah dan hidup sekali hiduplah yang berarti.
MISI
1.Menanamkanakidah yang kuat
2.Memiliki jiwa kesederhanaan dan kemandirian
3.Memperkuat ukhwah islamiyah, wathoniyah dan basariyah
4.Berfikiran luas, kreatif dan inovatif
5.Menjungjung tinggi kejujuran, keadilan dan kebenaran
SISTEM PENDIDIKAN
Sistem pendidikan yang diterapkan adalah mengkosentrasikan KBM selama 24 jam sistem asrama(boarding school) yang memadukan kurikulum Pendidikan Nasional, Pondok Modern Gontor Jatim dan Pondok Pesantren Salafiyah.
Pendidikan ditekankan pada :
1.Pembinaan akhlak dan budi pekerti
2.Pengajian Al-Qur'an , hadits dan Kitab kuning
3.Pemantapan Bahasa Arab dan Inggris
4.Latihan Pidato 4 bahasa(arab, inggris, indonesia dan sunda)
5.Penguasaan teknologi dan science
6.Kemandirian
FASILITA DAN SARANA :
1.Mesjid dua lantai
2.Asrama Putra dan Putri
3.Ruang belajar baru
4.Lab.IPA dan Komputer
5.Wartel, poskestren, koperasi, kantin, kafe dan mini market
6.Sarana Olahraga (futsal, basket, volly, tenis meja dll)
PENGELOLA DAN STAF PENGAJAR
Pengelola dan staf pengajar terdiri dari beberapa alumni pondok pesantren salafiyah,pondok modern gontor jatim serta perguruan tinngi negeri maupun swasta yang memiliki dedikasi tinggi terhadap pendidikan pondok pesantren.
PROSFEK LULUSAN
Pola pendidikan yang terukur dan teruji mengantarkan para lulusan SMP-SMA Terpadu dapat diterima diberbagai Sekolah serta perguruan tinggi pavorit dan pada institusi sebagai tenaga edukatif.
KAJIAN KITAB SALAFIYAH
1.Tauhid(tijan, sanusi, jauhar tauhid)
2.Fiqih(safinah, fathul qorib, fathul mu'in)
3.Hadits(hadits arbai'n, riyadus sholihin, mukhtar al-hadits)
4.Nahwu(jurumiyah, imriti, alfiyah)
5.Sharaf(kaelani, tasrifan)
6.Tafsir(al-ahkam, jalalain)
7.Akhlak(akhlakul banin, ta'limu al-muta'alim, sulamutaufik)
KAJIAN BAHASA
B.ARAB :
1.Tamrin lugoh
2.Muthola'ah
3.Insya
4.Mahfudzat
5.Balagoh
6.Imla
7.Khat
B.INNGRIS
1.Reading
2.Grammar
3.Translation
4.Conversation
5.Writing
KAJIAN PELAJARAN UMUM
1.PPkn
2.Matematika
3.IPA
4.IPS
5.B.Indonesia
6.B.Inngris
7.TIK
8.Ekonomi syariah
9.Penjas
10.Seni budaya
EKSTARKURIKULER
1.Pramuka
2.Paskibra
3.Kaligrafi
4.Nasyid
5.BKC
6.Latihan pidato
7.Klub bahasa
8.Klub MIPA
9.Leadershif
10.dll
WAKTU DAN SYARAT PENDAFTARAN
01 April s/d 10 juli 2009
Syarat pendaftaran :
1.Menyerahkan fc.ijazah / STTB SD/MI, SMP/MTs
2.Pas photo ukuran 2x3 dan 4x6 3 lembar
3.Mengikuti tes potensi akademik
4.Membayar uang pendaftaran Rp.50.000
Pengumuman tes kelulusan
11 juli 2009
Masuk pondok
15 juli 2009
MOPD
16 S/D 19 JULI 2009
DATA PEMBIYAYAAN SMP-SMA Terpadu
1.Pendaftaran 50.000
2.Infaq bangunan 700.000
3.Lemari 300.000
4.Ulangan 2 semester 100.000
5.Uang kesehatan 120.000
6.Organisasi OSPC 50.000
7.Seragam pesantren dan olahraga 180.000
8.Kasur dan bantal 100.000
9.Buku paket 200.000
10.Kitab kuning 54.000
11.SPP dan uang makan bulan juli 220.000
Total 2.074.000
BIAYA BULANAN
1.SPP 70.000
2.Uang makan 3 kali sehari 225.000
Total 295.000
Menciptakan Santri Berwawasan Lingkungan
Berkebun bukan aktifitas yang aneh bagi para santri di Pondok Pesantren Riyadul Ulum Wadda'wah, Tasikmalaya. Bahkan, kegiatan seperti bertanam, memupuk, menyiangi tanaman, dan penyemprotan adalah rutinitas mereka, selain belajar agama. Soal beternak gurame, para santri sama 'hapal luar kepala'-nya dengan penguasaan bahasa Arab mereka.
Ponpes yang terletak di Kampung Condong RT 01/RW 04 Kelurahan Setianegara, Kecamatan Cibeureum, Kota Tasikmalaya ini lebih dikenal dengan nama Ponpes Condong. Masyarakat sekitar juga lebih familiar dengan nama itu. Maklum saja, nama Riyadul Ulum Wadda'wah itu sendiri baru dikukuhkan awal tahun 1970.
Di Ponpes Condong itu semua santrinya diwajibkan untuk mengusai bidang perkebunan, pertanian, dan perikanan dengan cara langsung mempraktikkannya. Meski setiap sore harus bergelut dengan kebun dan kolam, para santri selalu meningkat pengetahuan agamanya, selain tetap mahir berbahasa Inggris dan Arab.
"Kami tidak ingin santri yang keluar dari sini, tidak bisa dan tidak mengenal sama sekali hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan. Makanya disini para santri dikenalkan pada lingkungan lewat kebun, kolam dan lain-lainnya," papar Mahfud Farid, salah seorang putra pengasuh Ponpes Condong, KH Makmun, yang juga Kepala Sekolah SMU Terpadu.
Salah seorang santri asal Bekasi, Lia, mengaku, kegiatan berkebun itu merupakan aktivitas keseharian yang digelutinya secara serius. Ia menganggap berkebun adalah 'ilmu' baru yang belum pernah diperoleh sebelumnya. "Di sini saya belajar bagaimana cara berkebun yang benar. Ini hal baru bagi saya, apalagi langsung diterapkan pula," jelasnya.
Diakui Lia, sejak mondok di Ponpes Condong dirinya semakin rajin memperdalam dan menggali ilmu-ilmu terapan, meski ilmu agama tetap merupakan prioritas utamanya. "Awalnya saya masuk ke pondok ini hanya bermaksud untuk belajar ilmu agama saja. Tapi ternyata, semua pengetahuan diberikan secara terpadu di sini. Alhamdulillah,'' tambahnya.
Hal serupa diakui salah seorang santri asal Singapura, Rafidah. Putri kedua dari pasangan Muhammad Abu dan Zuhaeni ini mengaku, ia ibrata mendapat durian runtuh. ''Tak hanya ilmu agama saja yang saya dapat dan dipelajarinya. Tapi, banyak hal yang sudah saya pelajari,'' ujar siswi kelas 1 SMA RUW ini.
Hal yang berkesan di ponpes ini, bagi Rufaidah, adalah penguasaan bahasa Arab. ''Dulu saya tidak menguasainya. Namun kini saya sudah bisa berbincang-bincang dengan teman dalam bahasa Arab, sedangkan sehari-hari saya menggunakan bahasa Sunda," kata Rafidah diiringi senyum rekan-rekannya.
Lain lagi pengakuai Zumarifi, santri lasal Palembang. ''Beternak gurame!'' jawabnya cepat, saat ditanya apa yang disukainya selama di Ponpes Condong. Membesarkan gurame, kata dia, membutuhkan ketelatenan. Dia memahami arti "sabar" yang sebenarnya dengan beternak dan berkebun.
''Hasil dari kebun dan kolam air tawar ini lumayan juga, sebab dapat membantu konsumsi para santri,'' ujar remaja yang mengaku makin dewasa dan mandiri sesudah nyantri ini. Memang, hasil pertanian itu mereka gunakan untuk konsumsi pondok. Sisanya, baru dibawa ke pasar untuk dijual.
Sudah 'berumur'
Ponpes Condong cukup terkenal se-antero Tasikmalaya. Maklum saja, pesantren yang berdiri tahun ini termasuk pesantren tertua di kabupaten itu. Pesantren yang berdiri di atas lahan seluas 2 hektar yang diwakafkan Bupati Sumedang (saat itu-red), Pangeran Kornel, kepada KH Adra'i. Kini ponpes itu dipimpin oleh generasi ke-5, yaitu KH Makmun.
Pemimpin pertama ponpes adalah KH Nawawi yang juga sebagai pendirinya. Tongkat estafet pimpinan pondok kemudian diteruskan putranya, KH Adra'i. Dari KH Adra'i diteruskan oleh putranya KH Hasan Muhammad yang kemudian dilanjutkan lagi oleh KH Najmudin. Dari mulai tahun 1985 hingga sekarang, pucuk pimpinan Ponpes Riyadul Ulum Wadda'wah berada ditangan KH Makmun.
''Dulu letaknya tidak disini, tapi lebih dekat ke pinggir jalan raya. Tapi saat itu, kami diminta pindah, karena saat itu ada isu akan datang hujan batu,'' urai KH Makmun, saat ditemui Republika bulan lalu. Saat ini Pondok Pesantren Riyadul Ulum Wadda'wah sudah dilengkapi dengan 15 lokal asrama putra, 12 lokal asrama putri dengan 2 lantai serta 24 lokal kelas untuk belajar para santrinya. Ditambah 1 masjid untuk putra dan 1 musala untuk santri putri.
Hingga kini, jumlah santri yang ada di ponpesnya adalah 589 orang. Mereka datang dari berbagai penjuru daerah, baik Jawa maupun luar Jawa, bahkan ada yang datang dari beberapa negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Program unggulan ponpes selain ilmu agama dan bahasa, juga pengenalan wawasan lingkungan.epe/dokrep/April 2005
Ponpes yang terletak di Kampung Condong RT 01/RW 04 Kelurahan Setianegara, Kecamatan Cibeureum, Kota Tasikmalaya ini lebih dikenal dengan nama Ponpes Condong. Masyarakat sekitar juga lebih familiar dengan nama itu. Maklum saja, nama Riyadul Ulum Wadda'wah itu sendiri baru dikukuhkan awal tahun 1970.
Di Ponpes Condong itu semua santrinya diwajibkan untuk mengusai bidang perkebunan, pertanian, dan perikanan dengan cara langsung mempraktikkannya. Meski setiap sore harus bergelut dengan kebun dan kolam, para santri selalu meningkat pengetahuan agamanya, selain tetap mahir berbahasa Inggris dan Arab.
"Kami tidak ingin santri yang keluar dari sini, tidak bisa dan tidak mengenal sama sekali hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan. Makanya disini para santri dikenalkan pada lingkungan lewat kebun, kolam dan lain-lainnya," papar Mahfud Farid, salah seorang putra pengasuh Ponpes Condong, KH Makmun, yang juga Kepala Sekolah SMU Terpadu.
Salah seorang santri asal Bekasi, Lia, mengaku, kegiatan berkebun itu merupakan aktivitas keseharian yang digelutinya secara serius. Ia menganggap berkebun adalah 'ilmu' baru yang belum pernah diperoleh sebelumnya. "Di sini saya belajar bagaimana cara berkebun yang benar. Ini hal baru bagi saya, apalagi langsung diterapkan pula," jelasnya.
Diakui Lia, sejak mondok di Ponpes Condong dirinya semakin rajin memperdalam dan menggali ilmu-ilmu terapan, meski ilmu agama tetap merupakan prioritas utamanya. "Awalnya saya masuk ke pondok ini hanya bermaksud untuk belajar ilmu agama saja. Tapi ternyata, semua pengetahuan diberikan secara terpadu di sini. Alhamdulillah,'' tambahnya.
Hal serupa diakui salah seorang santri asal Singapura, Rafidah. Putri kedua dari pasangan Muhammad Abu dan Zuhaeni ini mengaku, ia ibrata mendapat durian runtuh. ''Tak hanya ilmu agama saja yang saya dapat dan dipelajarinya. Tapi, banyak hal yang sudah saya pelajari,'' ujar siswi kelas 1 SMA RUW ini.
Hal yang berkesan di ponpes ini, bagi Rufaidah, adalah penguasaan bahasa Arab. ''Dulu saya tidak menguasainya. Namun kini saya sudah bisa berbincang-bincang dengan teman dalam bahasa Arab, sedangkan sehari-hari saya menggunakan bahasa Sunda," kata Rafidah diiringi senyum rekan-rekannya.
Lain lagi pengakuai Zumarifi, santri lasal Palembang. ''Beternak gurame!'' jawabnya cepat, saat ditanya apa yang disukainya selama di Ponpes Condong. Membesarkan gurame, kata dia, membutuhkan ketelatenan. Dia memahami arti "sabar" yang sebenarnya dengan beternak dan berkebun.
''Hasil dari kebun dan kolam air tawar ini lumayan juga, sebab dapat membantu konsumsi para santri,'' ujar remaja yang mengaku makin dewasa dan mandiri sesudah nyantri ini. Memang, hasil pertanian itu mereka gunakan untuk konsumsi pondok. Sisanya, baru dibawa ke pasar untuk dijual.
Sudah 'berumur'
Ponpes Condong cukup terkenal se-antero Tasikmalaya. Maklum saja, pesantren yang berdiri tahun ini termasuk pesantren tertua di kabupaten itu. Pesantren yang berdiri di atas lahan seluas 2 hektar yang diwakafkan Bupati Sumedang (saat itu-red), Pangeran Kornel, kepada KH Adra'i. Kini ponpes itu dipimpin oleh generasi ke-5, yaitu KH Makmun.
Pemimpin pertama ponpes adalah KH Nawawi yang juga sebagai pendirinya. Tongkat estafet pimpinan pondok kemudian diteruskan putranya, KH Adra'i. Dari KH Adra'i diteruskan oleh putranya KH Hasan Muhammad yang kemudian dilanjutkan lagi oleh KH Najmudin. Dari mulai tahun 1985 hingga sekarang, pucuk pimpinan Ponpes Riyadul Ulum Wadda'wah berada ditangan KH Makmun.
''Dulu letaknya tidak disini, tapi lebih dekat ke pinggir jalan raya. Tapi saat itu, kami diminta pindah, karena saat itu ada isu akan datang hujan batu,'' urai KH Makmun, saat ditemui Republika bulan lalu. Saat ini Pondok Pesantren Riyadul Ulum Wadda'wah sudah dilengkapi dengan 15 lokal asrama putra, 12 lokal asrama putri dengan 2 lantai serta 24 lokal kelas untuk belajar para santrinya. Ditambah 1 masjid untuk putra dan 1 musala untuk santri putri.
Hingga kini, jumlah santri yang ada di ponpesnya adalah 589 orang. Mereka datang dari berbagai penjuru daerah, baik Jawa maupun luar Jawa, bahkan ada yang datang dari beberapa negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Program unggulan ponpes selain ilmu agama dan bahasa, juga pengenalan wawasan lingkungan.epe/dokrep/April 2005
Ustadz Mahmud Farid
Bisa Anda ceritakan bagaimana awalnya Anda bisa mengalami penyiksaan di kantor polisi?
Sebenarnya persoalannya sudah selesai di pesantren. Karena ini persoalan intern pesantren. Tapi tiba-tiba hari Jum'at (20 Desember 1996), Saudara Habib sebagai seksi keamanan pondok dipanggil pihak kepolisian. Karena waktu itu Saudara Habib tidak ada, maka yang datang saya dan Bapak ke kepolisian. Setelah datang ke sana kita diterima dan diminta keterangan. Setelah polisi sudah merasa cukup keterangan dari kita, maka kita diperbolehkan pulang.
Namun sebelum pulang, kita diminta supaya Saudara Habib dan Ihsan untuk datang ke kantor polisi pada hari Senin (23 Desember 1996). Maka, Senin itu Saudara Habib dan Ihsan didampingi oleh saya datang ke kantor polisi. Di sana sudah ada petugas. Lalu, kami masuk dan berkenalan. Setelah itu, kita mulai menerangkan peraturan yang berlaku di pesantren. Pembicaraan itu sebagai mukaddimahlah. Tetapi tiba-tiba Saudara Habib dipukul dan dijambak rambutnya. Kemudian, ketika polisi mau memukul lagi, saya menangkis untuk melindungi Habib. Ini refleks untuk melindungi dia. Jadi tanpa direncanakan.
Siapa yang memukul Habib itu?
Bapaknya Rizal (santri di Pesantren Condong yang dihukum rendam dan diceples karena mencuri uang santri sebanyak Rp 130 ribu, Red), Nursamsi. Setelah itu, mereka, teman-teman Nursamsi, menuduh saya melawan. Kemudian, saya dikeroyok dan dibawa ke dalam. Di situ mulai terjadi penyiksaan-penyiksaan.
Sekitar jam berapa waktu itu?
Jam 08. 30.
Berapa orang yang memeriksa Anda?
Pertama kali satu orang, tapi di dalam sudah ada beberapa orang, termasuk Pak Nursamsi. Saya nggak menghitungnya.
Penyiksaan itu hanya dilakukan oleh Nursamsi?
Oh, tidak. Yang bisa saya ingat, yang menyiksa saya empat orang.
Menurut Anda, apa alasannya mereka menyiksa Anda?
Yang pertama, karena saya melawan. Yang kedua, saya mendengar ada yang bilang: "Ini yang menyiksa anak Pak Nursamsi". Jadi itu alasannya.
Yang menyiksa Anda semua laki-laki?
Iya, laki-laki semua.
Kabarnya ada seorang polwan yang terlibat?
Off the record.
Kabar ini tersebar luas?
Saya nggak tahu. Tapi, saya sudah ceritakan semuanya kepada Pangdam, Kapolres, dan Bupati.
Apakah polisi-polisi yang menyiksa itu tahu Anda ini seorang guru pesantren?
Saya sudah mengemukakan bahwa saya guru ngaji dan saya punya banyak santri. Tapi mereka tidak begitu mempedulikan.
Bagaimana proses penyiksaan itu?
Yah.....seperti biasanya. Terjadi pemukulan-pemukulan dengan tangan, disuruh push up, ditonjok, disundut rokok, dan banyak lagi.
Berapa lama berlangsungnya proses itu?
Mungkin dari jam 08.30 sampai menjelang dhuhur (sekitar jam 12.00, Red).
Apakah yang lainnya ikut disiksa?
Iya, terutama Habib. Kalau Ihsan hanya sedikit. Tapi tetap yang paling parah disiksanya adalah saya.
Mengapa penyiksaan itu mengarahnya kepada Anda, padahal yang menghukum Rizal, anak Nursamsi, adalah Habib?
Saya nggak tahu. Mungkin karena emosi.
Apakah setelah disiksa itu Anda langsung dibawa ke rumah sakit?
Nggak, kami diinterogasi dulu. Karena sebelum itu kami belum sempat diinterogasi, sudah langsung disiksa. Pada saat diinterogasi pun posisi kita sudah payah, khususnya saya. Untuk menjawab pertanyaanpun susahnya minta ampun, karena tenggorokan ini kering.
Waktu interogasi, pertanyaan apa saja yang mereka ajukan?
Pertanyaannya sudah diarahkan oleh mereka pada kasus penyiksaan anak Pak Nursamsi. Tapi karena saya bukan tersangka dalam kasus ini, jadi Saudara Habib yang mendapat pertanyaan-pertanyaan seperti itu.
Kapan penyiksaan itu selesai?
Setelah datang telepon, entah dari siapa, yang menyatakan supaya kasus ini diselesaikan dengan kekeluargaan. Kemudian datang Kaditsospol dari Pemda yang menghentikan penyiksaan itu.
Setelah itu Anda dibawa ke rumah sakit?
Iya, saya dibawa ke RS selama tiga jam, kemudian saya pulang. Selama dalam perjalanan memang banyak yang bertanya-tanya kenapa saya menjadi begini. Di RS pun banyak yang melayat. Sehingga itu alasan saya untuk tidak berlama-lama di RS. Bisa mengganggu pasien lain.
Kondisi Anda waktu pulang itu apakah sudah membaik?
Belum sih. Tapi daripada mengganggu orang lain mendingan saya beristirahat di rumah saja.
Apakah Anda tidak akan menuntut pihak kepolisian?
Saya tidak akan menuntut apa-apa. Saya sudah menganggap ini musibah saja. Apalagi sudah terjadi komitmen antara pihak kami dengan Kapolres bahwa tidak akan memperpanjang peristiwa ini. Pihak polisi pun akan menindak oknum-oknum polisi sesuai aturan yang berlaku. Saya kira itu sudah cukup.
Apakah Anda memperkirakan akibat penyiksaan Anda akan terjadi kerusuhan begini?
Saya tidak menyangka akan begini. Saya malah prihatin dan mengutuk kerusuhan ini.
Bukankah kerusuhan ini solidaritas terhadap Anda yang disiksa oleh oknum polisi?
Kalau mereka mengatakan bahwa ini solidaritas atau ukhuwah Islamiyah, bukan begitu caranya. Saya kira solidaritas Islam itu jika seorang muslim kena musibah, kita melayat dan mendoakan yang kena musibah itu.
Sebenarnya persoalannya sudah selesai di pesantren. Karena ini persoalan intern pesantren. Tapi tiba-tiba hari Jum'at (20 Desember 1996), Saudara Habib sebagai seksi keamanan pondok dipanggil pihak kepolisian. Karena waktu itu Saudara Habib tidak ada, maka yang datang saya dan Bapak ke kepolisian. Setelah datang ke sana kita diterima dan diminta keterangan. Setelah polisi sudah merasa cukup keterangan dari kita, maka kita diperbolehkan pulang.
Namun sebelum pulang, kita diminta supaya Saudara Habib dan Ihsan untuk datang ke kantor polisi pada hari Senin (23 Desember 1996). Maka, Senin itu Saudara Habib dan Ihsan didampingi oleh saya datang ke kantor polisi. Di sana sudah ada petugas. Lalu, kami masuk dan berkenalan. Setelah itu, kita mulai menerangkan peraturan yang berlaku di pesantren. Pembicaraan itu sebagai mukaddimahlah. Tetapi tiba-tiba Saudara Habib dipukul dan dijambak rambutnya. Kemudian, ketika polisi mau memukul lagi, saya menangkis untuk melindungi Habib. Ini refleks untuk melindungi dia. Jadi tanpa direncanakan.
Siapa yang memukul Habib itu?
Bapaknya Rizal (santri di Pesantren Condong yang dihukum rendam dan diceples karena mencuri uang santri sebanyak Rp 130 ribu, Red), Nursamsi. Setelah itu, mereka, teman-teman Nursamsi, menuduh saya melawan. Kemudian, saya dikeroyok dan dibawa ke dalam. Di situ mulai terjadi penyiksaan-penyiksaan.
Sekitar jam berapa waktu itu?
Jam 08. 30.
Berapa orang yang memeriksa Anda?
Pertama kali satu orang, tapi di dalam sudah ada beberapa orang, termasuk Pak Nursamsi. Saya nggak menghitungnya.
Penyiksaan itu hanya dilakukan oleh Nursamsi?
Oh, tidak. Yang bisa saya ingat, yang menyiksa saya empat orang.
Menurut Anda, apa alasannya mereka menyiksa Anda?
Yang pertama, karena saya melawan. Yang kedua, saya mendengar ada yang bilang: "Ini yang menyiksa anak Pak Nursamsi". Jadi itu alasannya.
Yang menyiksa Anda semua laki-laki?
Iya, laki-laki semua.
Kabarnya ada seorang polwan yang terlibat?
Off the record.
Kabar ini tersebar luas?
Saya nggak tahu. Tapi, saya sudah ceritakan semuanya kepada Pangdam, Kapolres, dan Bupati.
Apakah polisi-polisi yang menyiksa itu tahu Anda ini seorang guru pesantren?
Saya sudah mengemukakan bahwa saya guru ngaji dan saya punya banyak santri. Tapi mereka tidak begitu mempedulikan.
Bagaimana proses penyiksaan itu?
Yah.....seperti biasanya. Terjadi pemukulan-pemukulan dengan tangan, disuruh push up, ditonjok, disundut rokok, dan banyak lagi.
Berapa lama berlangsungnya proses itu?
Mungkin dari jam 08.30 sampai menjelang dhuhur (sekitar jam 12.00, Red).
Apakah yang lainnya ikut disiksa?
Iya, terutama Habib. Kalau Ihsan hanya sedikit. Tapi tetap yang paling parah disiksanya adalah saya.
Mengapa penyiksaan itu mengarahnya kepada Anda, padahal yang menghukum Rizal, anak Nursamsi, adalah Habib?
Saya nggak tahu. Mungkin karena emosi.
Apakah setelah disiksa itu Anda langsung dibawa ke rumah sakit?
Nggak, kami diinterogasi dulu. Karena sebelum itu kami belum sempat diinterogasi, sudah langsung disiksa. Pada saat diinterogasi pun posisi kita sudah payah, khususnya saya. Untuk menjawab pertanyaanpun susahnya minta ampun, karena tenggorokan ini kering.
Waktu interogasi, pertanyaan apa saja yang mereka ajukan?
Pertanyaannya sudah diarahkan oleh mereka pada kasus penyiksaan anak Pak Nursamsi. Tapi karena saya bukan tersangka dalam kasus ini, jadi Saudara Habib yang mendapat pertanyaan-pertanyaan seperti itu.
Kapan penyiksaan itu selesai?
Setelah datang telepon, entah dari siapa, yang menyatakan supaya kasus ini diselesaikan dengan kekeluargaan. Kemudian datang Kaditsospol dari Pemda yang menghentikan penyiksaan itu.
Setelah itu Anda dibawa ke rumah sakit?
Iya, saya dibawa ke RS selama tiga jam, kemudian saya pulang. Selama dalam perjalanan memang banyak yang bertanya-tanya kenapa saya menjadi begini. Di RS pun banyak yang melayat. Sehingga itu alasan saya untuk tidak berlama-lama di RS. Bisa mengganggu pasien lain.
Kondisi Anda waktu pulang itu apakah sudah membaik?
Belum sih. Tapi daripada mengganggu orang lain mendingan saya beristirahat di rumah saja.
Apakah Anda tidak akan menuntut pihak kepolisian?
Saya tidak akan menuntut apa-apa. Saya sudah menganggap ini musibah saja. Apalagi sudah terjadi komitmen antara pihak kami dengan Kapolres bahwa tidak akan memperpanjang peristiwa ini. Pihak polisi pun akan menindak oknum-oknum polisi sesuai aturan yang berlaku. Saya kira itu sudah cukup.
Apakah Anda memperkirakan akibat penyiksaan Anda akan terjadi kerusuhan begini?
Saya tidak menyangka akan begini. Saya malah prihatin dan mengutuk kerusuhan ini.
Bukankah kerusuhan ini solidaritas terhadap Anda yang disiksa oleh oknum polisi?
Kalau mereka mengatakan bahwa ini solidaritas atau ukhuwah Islamiyah, bukan begitu caranya. Saya kira solidaritas Islam itu jika seorang muslim kena musibah, kita melayat dan mendoakan yang kena musibah itu.
Ajeungan Makmun
Banyak yang bilang kerusuhan Tasikmalaya dipicu oleh kasus santri dan ustadz Condong yang dianiaya polisi karena anaknya dihukum oleh pesantren ini?
Oh... bukan. Pesantren kami tidak ada hubungan dengan kerusuhan yang menyebabkan kerusakan itu. Pihak kami sudah menganggap tidak ada apa-apa. Karena sudah ada kesepakatan dengan Kapolres (Tasikmalaya, Letkol R. Suherman, Red) bahwa pihak kami tidak akan menuntut oknum polisi yang melakukan penyiksaan terhadap santri dan anak saya.
Tapi, Kapolres akan menindak anak buahnya, yang oknum itu, sesuai dengan jalur hukum. Jadi, tentang kerusakan itu saya mendengar dari kejauhan. Bahwa terjadi kerusuhan di kota, saya merasa prihatin dan mengutuk oknum yang melakukan perusakan. Kenapa hal ini bisa terjadi demikian. Saya tidak tahu dari mana sumbernya kerusuhan itu. Di sini santri-santri dari seluruh pesantren tidak terlibat dalam kerusuhan. Malah kata Pangdam dan Bupati, santri tidak ikut merusuh tapi malah ikut membantu (memulihkan keadaan). Itu yang dikatakan beliau-beliau waktu berkumpul di Masjid Agung Tasik.
Jadi tak ada santri Condong yang ikut terlibat?
Oh nggak ada...nggak ada. Malah saya menyuruh santri pada hari itu untuk tidak keluar dari lingkungan pesantren ini.
Tersebarnya isu bahwa Ustadz Mahmud meninggal, termasuk juga isu Ajeungan (kiai, Red) meninggal, dari mana datangnya?
Nggak tahu. Mungkin dari oknum-oknum perusuh atau oknum-oknum yang memanfaatkan situasi keruh di sini. Padahal di sini tidak keruh. Persoalan di sini sudah jernih. Mungkin yang memakai isu itu oknum garong (maling). Atau tukang mabuk. Mereka leluasa mencari keuntungan.
Tapi, bukankah Ustadz Mahmud di kantor polisi itu mendapat penyiksaan?
Nanti soal itu tanyakan saja kepada Kapolres atau Pangdam. Jangan tanya pada kami. Karena kami sudah menjelaskannya kepada beliau semua. Jadi kalau ada yang menanyakan itu lagi, langsung saja bertanya pada beliau-beliau tadi.
Berapa hari Ustadz Mahmud di kepolisian?
Tidak lama. Setelah pemeriksaan itu mereka pulang bersama-sama saya. Kemudian saya dipanggil oleh Kapolres untuk berdamai. (Ustadz Mahmud menyela,"Begini saja. Pokoknya kerusuhan di Tasik itu tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian di pesantren ini.").
Pada saat Ajeungan mendampingi Ustadz Mahmud ini, apa saja yang dilakukan oleh pihak kepolisian?
Saya tidak tahu itu. Hanya saja saya dipanggil Kapolres dan ia mengatakan bahwa oknum-oknum polisi yang menyiksa itu akan ditindak sesuai aturan. Pihak Kapolres meminta maaf atas peristiwa itu. Jadi itu saja.
Kapan Ajeungan dipanggil oleh Kapolres?
Hari Senin (23 Desember 1996), sekitar jam 14. 00. Kemudian Bapak Kapolres sendiri mengadakan ishlah (perdamaian) dengan anak-anak saya. Jadi tidak ada apa-apa. Kita sudah selesai.
Apakah setelah hari Senin itu Ajeungan dan Ustadz Mahmud tidak datang lagi ke kantor polisi?
Tidak. Cuma, Kapolres bilang kalau saya diperlukan agar bersedia datang ke kantor polisi. Dan untuk memperkuat bahwa persoalan ini selesai, pada hari Senin itu sekitar jam 17. 00 Kapolres datang kemari lagi. Jadi sekali lagi, kami sudah tidak ada masalah. Sudah selesai semuanya.
Apakah Ustadz Mahmud sempat dibawa ke rumah sakit?
Ya, tapi cuma sebentar. Sekitar tiga jam.
Kenapa?
Karena banyak yang membesuk. Jadi dikhawatirkan akan mengganggu pasien lain. Jadi saya kira lebih baik dirawat di rumah saja.
Kabarnya pada hari Rabu (25 Desember 1996) itu ada isu Ustadz Mahmud meninggal?
Itu bohong. Itu hanya isu. Buktinya Anda lihat sendiri. Bahkan untuk menambah gejolak massa, bukan anak saya saja yang diisukan mati, saya juga diisukan demikian. Jadi ini benar-benar perbuatan pihak ketiga.
Untuk menahan amukan massa, katanya Ajeungan berbicara di radio. Apa yang Ajeungan katakan saat itu?
Saya merasa prihatin dengan orang-orang yang mengadakan perusakan. Padahal umat Islam bukan demikian jiwanya. Umat Islam itu biasa menahan diri, sabar, dan mencintai sesama umat manusia. Dan saya katakan bahwa isu saya sudah meninggal itu bohong. Saya katakan bahwa saya masih segar bugar.
Kapan pihak Pesantren Condong mendengar ada isu bahwa Ustadz Mahmud dan Ajeungan meninggal?
(Ustadz Mahmud menjawab) Hari Kamis itu kami mendengar isu itu. Jadi banyak yang datang ke sini untuk mengkonfirmasikan benar tidaknya isu itu. Ternyata itu tidak benar. Kerusuhan itu perbuatan oknum. Di Tasik selama ini belum pernah terjadi apa-apa.
Kenapa yang jadi sasaran umat non Islam dan nonpri?
Saya nggak tahu. Bahkan saya tidak setuju dan mengutuk perbuatan seperti itu.
Bagaimana hubungan umat Islam dengan umat lainnya selama ini?
Baik-baik saja. Selama ini tidak pernah terjadi sesuatu antar umat beragama. Mereka mengetahui bahwa yang merusak itu bukan umat Islam sejati. Ada saksi yang mengatakan yang merusak itu preman-preman yang memakai tato, mabuk, dan sebagainya.
Hubungan ulama dengan aparat pemerintahan, polisi, misalnya?
Sangat baik. Bahkan ada program aparat pemerintah itu berkunjung ke pesantren-pesantren untuk salat berjamaah, hari Jum'at misalnya.
Oh... bukan. Pesantren kami tidak ada hubungan dengan kerusuhan yang menyebabkan kerusakan itu. Pihak kami sudah menganggap tidak ada apa-apa. Karena sudah ada kesepakatan dengan Kapolres (Tasikmalaya, Letkol R. Suherman, Red) bahwa pihak kami tidak akan menuntut oknum polisi yang melakukan penyiksaan terhadap santri dan anak saya.
Tapi, Kapolres akan menindak anak buahnya, yang oknum itu, sesuai dengan jalur hukum. Jadi, tentang kerusakan itu saya mendengar dari kejauhan. Bahwa terjadi kerusuhan di kota, saya merasa prihatin dan mengutuk oknum yang melakukan perusakan. Kenapa hal ini bisa terjadi demikian. Saya tidak tahu dari mana sumbernya kerusuhan itu. Di sini santri-santri dari seluruh pesantren tidak terlibat dalam kerusuhan. Malah kata Pangdam dan Bupati, santri tidak ikut merusuh tapi malah ikut membantu (memulihkan keadaan). Itu yang dikatakan beliau-beliau waktu berkumpul di Masjid Agung Tasik.
Jadi tak ada santri Condong yang ikut terlibat?
Oh nggak ada...nggak ada. Malah saya menyuruh santri pada hari itu untuk tidak keluar dari lingkungan pesantren ini.
Tersebarnya isu bahwa Ustadz Mahmud meninggal, termasuk juga isu Ajeungan (kiai, Red) meninggal, dari mana datangnya?
Nggak tahu. Mungkin dari oknum-oknum perusuh atau oknum-oknum yang memanfaatkan situasi keruh di sini. Padahal di sini tidak keruh. Persoalan di sini sudah jernih. Mungkin yang memakai isu itu oknum garong (maling). Atau tukang mabuk. Mereka leluasa mencari keuntungan.
Tapi, bukankah Ustadz Mahmud di kantor polisi itu mendapat penyiksaan?
Nanti soal itu tanyakan saja kepada Kapolres atau Pangdam. Jangan tanya pada kami. Karena kami sudah menjelaskannya kepada beliau semua. Jadi kalau ada yang menanyakan itu lagi, langsung saja bertanya pada beliau-beliau tadi.
Berapa hari Ustadz Mahmud di kepolisian?
Tidak lama. Setelah pemeriksaan itu mereka pulang bersama-sama saya. Kemudian saya dipanggil oleh Kapolres untuk berdamai. (Ustadz Mahmud menyela,"Begini saja. Pokoknya kerusuhan di Tasik itu tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian di pesantren ini.").
Pada saat Ajeungan mendampingi Ustadz Mahmud ini, apa saja yang dilakukan oleh pihak kepolisian?
Saya tidak tahu itu. Hanya saja saya dipanggil Kapolres dan ia mengatakan bahwa oknum-oknum polisi yang menyiksa itu akan ditindak sesuai aturan. Pihak Kapolres meminta maaf atas peristiwa itu. Jadi itu saja.
Kapan Ajeungan dipanggil oleh Kapolres?
Hari Senin (23 Desember 1996), sekitar jam 14. 00. Kemudian Bapak Kapolres sendiri mengadakan ishlah (perdamaian) dengan anak-anak saya. Jadi tidak ada apa-apa. Kita sudah selesai.
Apakah setelah hari Senin itu Ajeungan dan Ustadz Mahmud tidak datang lagi ke kantor polisi?
Tidak. Cuma, Kapolres bilang kalau saya diperlukan agar bersedia datang ke kantor polisi. Dan untuk memperkuat bahwa persoalan ini selesai, pada hari Senin itu sekitar jam 17. 00 Kapolres datang kemari lagi. Jadi sekali lagi, kami sudah tidak ada masalah. Sudah selesai semuanya.
Apakah Ustadz Mahmud sempat dibawa ke rumah sakit?
Ya, tapi cuma sebentar. Sekitar tiga jam.
Kenapa?
Karena banyak yang membesuk. Jadi dikhawatirkan akan mengganggu pasien lain. Jadi saya kira lebih baik dirawat di rumah saja.
Kabarnya pada hari Rabu (25 Desember 1996) itu ada isu Ustadz Mahmud meninggal?
Itu bohong. Itu hanya isu. Buktinya Anda lihat sendiri. Bahkan untuk menambah gejolak massa, bukan anak saya saja yang diisukan mati, saya juga diisukan demikian. Jadi ini benar-benar perbuatan pihak ketiga.
Untuk menahan amukan massa, katanya Ajeungan berbicara di radio. Apa yang Ajeungan katakan saat itu?
Saya merasa prihatin dengan orang-orang yang mengadakan perusakan. Padahal umat Islam bukan demikian jiwanya. Umat Islam itu biasa menahan diri, sabar, dan mencintai sesama umat manusia. Dan saya katakan bahwa isu saya sudah meninggal itu bohong. Saya katakan bahwa saya masih segar bugar.
Kapan pihak Pesantren Condong mendengar ada isu bahwa Ustadz Mahmud dan Ajeungan meninggal?
(Ustadz Mahmud menjawab) Hari Kamis itu kami mendengar isu itu. Jadi banyak yang datang ke sini untuk mengkonfirmasikan benar tidaknya isu itu. Ternyata itu tidak benar. Kerusuhan itu perbuatan oknum. Di Tasik selama ini belum pernah terjadi apa-apa.
Kenapa yang jadi sasaran umat non Islam dan nonpri?
Saya nggak tahu. Bahkan saya tidak setuju dan mengutuk perbuatan seperti itu.
Bagaimana hubungan umat Islam dengan umat lainnya selama ini?
Baik-baik saja. Selama ini tidak pernah terjadi sesuatu antar umat beragama. Mereka mengetahui bahwa yang merusak itu bukan umat Islam sejati. Ada saksi yang mengatakan yang merusak itu preman-preman yang memakai tato, mabuk, dan sebagainya.
Hubungan ulama dengan aparat pemerintahan, polisi, misalnya?
Sangat baik. Bahkan ada program aparat pemerintah itu berkunjung ke pesantren-pesantren untuk salat berjamaah, hari Jum'at misalnya.
Launching buku
TASIK – Pondok Pesantren Riyadlul Ulum Wadda’wah Condong Cibeureum Kota Tasikmalaya menggelar Pekan Literasi Pelajar 2011, kemarin. Kegiatannya; launching buku Hidup Sekali Hiduplah yang Berarti karya santri pesantren setempat, pelatihan jurnalistik dan saresehan sastra. Peserta yang ikut sebanyak 300 pelajar madrasah tsanawiah dan madrasah aliyah se-Priangan Timur.
Menurut ketua panitia Lena Sa’yati, kegiatan ini merupakan pertama kalinya diadakan oleh para santri. “Di pesantren kami ada ekstrakulikuler jurnalistik dan perkumpulan pecinta sastra yang bernama klub Mata Pena. Dengan adanya kedua ekskul ini kami memutuskan untuk mengadakan pekan literasi ini agar para santri bisa mengetahui lebih dalam tentang dunia tulis menulis,” ujar panitia ini.
Lanjut Lena, dari tahun ke tahun animo santri terhadap dunia literasi semakin meningkat. Selain bisa menerbitkan buku karya sendiri, mereka juga senang menghias mading pesantren dengan berbagai karya tulis dan kaligrafi. Ia mengaku para santri memiliki keseriusan yang tinggi untuk mempelajari karya tulis. “Santri-santri tidak pantang menyerah. Mereka semangat untuk membuat buku kehidupan pesantren. Dalam pembuatan buku ini, santri berupaya sendiri dari mulai penyusunan, penyetakan serta penerbitannya,” jelas wanita muda ini.
Sebelum menerbitkan buku, para santri di pesantren ini juga sudah sering membuat buletin dengan nama Bulu Mata. “Pekan literasi ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas menulis santri-santri. Kami sengaja mengundang Bapak M Irfan Hidayatullah dari Forum Lingkar Pena (FLP) agar bisa memberikan materi terbaik pada kami sebab FLP merupakan forum sastra terbesar di Indonesia,” jelasnya.
Lena berharap, dengan adanya buku karya para santri ini, masyarakat bisa mengetahui kehidupan pesantren yang sebenarnya. “Imej yang ada di masyarakat itu bahwa kehidupan pesantren sangat membosankan. Hanya mempelajari agama saja padahal di pesantren kami tidak hanya mempelajari agama tapi juga pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya seperti pramuka, PMR, tata boga dan lain-lain,” katanya.
Ia juga menambahkan, dengan memiliki kemampuan literasi diharapkan santri bisa melakukan dakwah melalui tulisan. “Kami belajar untuk menuangkan inspirasi untuk berdakwah melalui tulisan,” jelas santri senior yang akrab disapa ustadzah ini.
Sumber: Radar Tasikmalaya
Senin, 14 Maret 2011
Senin, 14 Maret 2011
Juara umum pada lomba gladi tangkas
Kontingen Pramuka dari Pondok Pesantren Riyadlul ‘Ulum Wadda’wah Condong menyabet juara umum pada lomba gladi tangkas yang diselenggarakan oleh Kwarcab Kota Tasikmalaya pada hari Sabtu (7/8) kemarin. Kontingen putri meraih juara pertama sedangkan kontingen putra mendapatkan posisi kedua sehingga secara keseluruhan kontingen PPRUW meraih tropi juara umum. Untuk tahun ini, karena kontingen PPRUW telah menjadi juara umum untuk yang ketiga kalinya maka tropi juara umum bergilir menjadi tropi tetap.
Keesokan harinya, kontingen SMA Terpadu PPRUW mengikuti lomba triangle yang juga diselenggarakan oleh Kwarcab Kota Tasikmalaya. Kali ini kontingen putra mendapat tiga piala berupa juara 1 LKBB, juara 3 senam komando, juara 3 pioneering. Sedangkan tim putri hanya mendapat tropi juara 3 senam koomando.
Lomba Cerdas Cermat (LCC) se-Priangan Timur
Pada hari Sabtu (8/5) dua kontingen santri dan santriwati SMP-T PPRUW membawa pulang gelar runner-up dan juara III pada Lomba Cerdas Cermat (LCC) se-Priangan Timur yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Ar-Risalah Cijantung Ciamis. Materi LCC meliputi Matematika, IPA, IPS dan pengetahuan agama Islam. Pada event kali ini, kontingen putra yang diketuai oleh M. Nurussalam (Kab. Tasikmalaya) dan kontingen putri yang dipimpin oleh Wina (Ciamis) berhasil mengalahkan pesaing-pesaingnya di babak penyisihan sebelum keduanya dapat dikalahkan oleh SMP Terpadu Darul Huda Banjar. Selain itu, PPRUW juga mengirimkan kontingen nasyid pada lomba nasyid se-Priangan Timur di tempat yang sama dan pengumumannya akan dirilis minggu depan pada acara pembagian hadiah.
Ujian Nasional (UN)
Santri dan santriwati kelas XII dan kelas IX SMP-SMA Terpadu Pondok Pesantren Riyadlul ‘Ulum Wadda’wah berturut-turut mengikuti Ujian Nasional dari hari Senin-Jumat, 22-26 Maret 2010 dan hari Senin-Kamis, 29 Maret-1 April 2010. Mata pelajaran yang diujikan untuk SMA meliputi Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Kimia, Fisika, Biologi, Geografi, Ekonomi/Akutansi dan Sosiologi. Sedangkan untuk SMP meliputi Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan IPA.
Adapan kegiatan pasca UN yang akan dihadapi oleh santri akhir kelas XII SMA-T, disamping mempersiapkan diri menuju perguruan tinggi mereka juga akan mengikuti kegiatan-kegiatan seperti Ujian Sekolah, Ujian Pesantren, Ujian Praktek, Praktek Mengajar, Pembekalan Intensif, dll. Hal ini dimaksudkan untuk membekali para calon alumni agar siap menghadapi medan juang setelah menamatkan pendidikan di pondok tercinta.
Sedangkan kegiatan santri kelas IX SMP-T akan difokuskan untuk mengkaji kitab kuning secara marathon sampai masa tahun ajaran berakhir.
Santri Mengikuti Seminar Motivasi Organisasi
Pada Jum’at kemarin (2 1/2), Majalah
Condong Community mengadakan acara Seminar Motivasi “Melejitkan
Potensi Melalui Organisasi” bagi santri putra Pondok Pesantren
Riyadlul Ulum Wadda’wah. Acara yang berlangsung di Gedung I’anah
Lt. III ini dihadiri oleh ratusan santri yang mayoritas berasal
dari kelas 1 dan 4 Intensif. Bertindak sebagai pemateri adalah
Ust. Bambang Setiawan, SE., Manager Waserda Riyadlul Ulum dan Ust.
Asep Munawar, S.Pd.I, Direktur CERT.
Seminar berlangsung dalam tiga sesi
dan dimulai pukul 08.30. Sesi pertama dan kedua adalah pemaparan dari
pemateri pertama dan pemateri kedua, sedangkan sesi ketiga adalah
pertanyaan. Dalam sesi pertama,Ust. Bambang menjelaskan tentang
konsep organisasi, sistem organisasi dan manfaat-manfaat
berorganisasi. Beliau memaparkan bagaimana sebuah organisasi bisa
terbentuk dan apa manfaatnya bagi orang yang ada di dalamnya.
Sedangkan Ust. Asep sebagai pemateri kedua lebih menekankan pada
ajakan untuk ikut dalam organisasi yang ada di Pesantren Condong agar
me re k a me nda pa t k a n ma nf a a t – ma nf a a t s e l a i n
menimba ilmu di pesantren. Pada sesi ketiga, ada beberapa
pertanyaan yang diajukan oleh para peserta dan setiap peserta
yang mengajukan pertanyaan mendapatkan door prize yang telah
disediakan oleh panitia.
Rencananya acara seminar atau talkshow
ini akan rutin diadakan oleh Majalah Condong Community secara
bergantian di putra dan putri dengan materi yang b e r ma c a m-
ma c a m. Tu j u a n ny a a d a l a h u n t u k memberikan
wawasan luas bagi setiap santri Pondok Pesantren Riyadlul Ulum
Wadda’wah.
Bag.Perpustakaan Mengadakan Talkshow Gemar Membaca
Untuk meningkatkan minat baca santriwati, Bagian Perpustakaan
Organisasi Santri Pesantren Condong (OSPC) Putri mengadakan acara
talkshow gemar membaca yang menghadirkan aktivis literasi Priangan
Timur, Asep M. Tamam, M.Ag pada hari Jum’at (28/2). Acara ini
berlangsung di lapangan basket putri dan dihadiri seratusan santri.
Dalam paparannya, Bapak Asep M. Tamam, M.Ag. memotivasi para peserta
untuk lebih mencintai kegiatan membaca, mengingat betapa pentingnya
membaca di era informasi ini. Selain itu beliau bercerita tentag peran
perpustakaan dalam membangun peradaban Islam pada zaman dahulu.
Dalam sambutannya, perwakilan dari pimpinan pesantren, Ust. Drs.
Endang Rahmat mengapresiasi kegiatan yang diadakan oleh Bagian
Perpustakaan ini. Beliau berharap bahwa setiap santri senang dengan
membaca seperti para ulama terdahulu.
Acara yang berlangsung kurang lebih satu jam setengah ini ditutup dengan doa oleh Ust. M. Syahruzzaky Romadloni, S.Pd.
Kunjungan Dosen IAIN Cirebon
Dewasa ini, integrasi ilmu di lembaga pendidikan Islam sudah
merupakan hal yang tidak dapat terelakan mengingat semakin kompleksnya
tantangan yang dihadapi oleh umat Islam. Setiap lembaga pendidikan Islam
harus merespon tantangan ini dengan tidak hanya mengajarkan ilmu qouliyah saja, akan tetapi juga ilmu kauniyah.
Selain itu, lembaga pendidikan Islam juga harus mencetak peserta didik
yang berjiwa muhsin, karena jiwa inilah mereka bisa menggunakan ilmu
pada tempatnya yang benar.
Begitulah kesimpulan dari diskusi panel Pimpinan Pondok Pesantren
Condong dengan tim dari IAIN Syekh Nur Jati Cirebon yang berkesempatan
untuk bersilaturahim pada hari Sabtu (1/3) tadi. Tim dari IAIN SNJ
diterima oleh perwakilan pimpinan pesantren, Drs. KH. Mahmud Farid, M.Pd
di ruang meeting Gedung Ianah Lt. I.
Dalam sambutannya, perwakilan dari tim IAIN, Dr. Didin Nurul Rosyidin
memaparkan bahwa tujuan dari silaturahim ini selain untuk belajar
tentang konsep ihsan ke para kyai di pesantren-pesantren seluruh
Indonesia juga untuk meminta dukungan perubahan status IAIN SNJ menjadi
UIN. Masih menurut beliau, tim juga sedang mengkaji bagaimana sistem
pendidikan Islam yang ideal dengan mengjungi sejumlah lembaga pendidikan
Islam di Indonesia bahkan Malaysia.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)