Bisa Anda ceritakan bagaimana awalnya Anda bisa mengalami penyiksaan di kantor polisi?
Sebenarnya persoalannya sudah selesai di pesantren. Karena ini persoalan intern pesantren. Tapi tiba-tiba hari Jum'at (20 Desember 1996), Saudara Habib sebagai seksi keamanan pondok dipanggil pihak kepolisian. Karena waktu itu Saudara Habib tidak ada, maka yang datang saya dan Bapak ke kepolisian. Setelah datang ke sana kita diterima dan diminta keterangan. Setelah polisi sudah merasa cukup keterangan dari kita, maka kita diperbolehkan pulang.
Namun sebelum pulang, kita diminta supaya Saudara Habib dan Ihsan untuk datang ke kantor polisi pada hari Senin (23 Desember 1996). Maka, Senin itu Saudara Habib dan Ihsan didampingi oleh saya datang ke kantor polisi. Di sana sudah ada petugas. Lalu, kami masuk dan berkenalan. Setelah itu, kita mulai menerangkan peraturan yang berlaku di pesantren. Pembicaraan itu sebagai mukaddimahlah. Tetapi tiba-tiba Saudara Habib dipukul dan dijambak rambutnya. Kemudian, ketika polisi mau memukul lagi, saya menangkis untuk melindungi Habib. Ini refleks untuk melindungi dia. Jadi tanpa direncanakan.
Siapa yang memukul Habib itu?
Bapaknya Rizal (santri di Pesantren Condong yang dihukum rendam dan diceples karena mencuri uang santri sebanyak Rp 130 ribu, Red), Nursamsi. Setelah itu, mereka, teman-teman Nursamsi, menuduh saya melawan. Kemudian, saya dikeroyok dan dibawa ke dalam. Di situ mulai terjadi penyiksaan-penyiksaan.
Sekitar jam berapa waktu itu?
Jam 08. 30.
Berapa orang yang memeriksa Anda?
Pertama kali satu orang, tapi di dalam sudah ada beberapa orang, termasuk Pak Nursamsi. Saya nggak menghitungnya.
Penyiksaan itu hanya dilakukan oleh Nursamsi?
Oh, tidak. Yang bisa saya ingat, yang menyiksa saya empat orang.
Menurut Anda, apa alasannya mereka menyiksa Anda?
Yang pertama, karena saya melawan. Yang kedua, saya mendengar ada yang bilang: "Ini yang menyiksa anak Pak Nursamsi". Jadi itu alasannya.
Yang menyiksa Anda semua laki-laki?
Iya, laki-laki semua.
Kabarnya ada seorang polwan yang terlibat?
Off the record.
Kabar ini tersebar luas?
Saya nggak tahu. Tapi, saya sudah ceritakan semuanya kepada Pangdam, Kapolres, dan Bupati.
Apakah polisi-polisi yang menyiksa itu tahu Anda ini seorang guru pesantren?
Saya sudah mengemukakan bahwa saya guru ngaji dan saya punya banyak santri. Tapi mereka tidak begitu mempedulikan.
Bagaimana proses penyiksaan itu?
Yah.....seperti biasanya. Terjadi pemukulan-pemukulan dengan tangan, disuruh push up, ditonjok, disundut rokok, dan banyak lagi.
Berapa lama berlangsungnya proses itu?
Mungkin dari jam 08.30 sampai menjelang dhuhur (sekitar jam 12.00, Red).
Apakah yang lainnya ikut disiksa?
Iya, terutama Habib. Kalau Ihsan hanya sedikit. Tapi tetap yang paling parah disiksanya adalah saya.
Mengapa penyiksaan itu mengarahnya kepada Anda, padahal yang menghukum Rizal, anak Nursamsi, adalah Habib?
Saya nggak tahu. Mungkin karena emosi.
Apakah setelah disiksa itu Anda langsung dibawa ke rumah sakit?
Nggak, kami diinterogasi dulu. Karena sebelum itu kami belum sempat diinterogasi, sudah langsung disiksa. Pada saat diinterogasi pun posisi kita sudah payah, khususnya saya. Untuk menjawab pertanyaanpun susahnya minta ampun, karena tenggorokan ini kering.
Waktu interogasi, pertanyaan apa saja yang mereka ajukan?
Pertanyaannya sudah diarahkan oleh mereka pada kasus penyiksaan anak Pak Nursamsi. Tapi karena saya bukan tersangka dalam kasus ini, jadi Saudara Habib yang mendapat pertanyaan-pertanyaan seperti itu.
Kapan penyiksaan itu selesai?
Setelah datang telepon, entah dari siapa, yang menyatakan supaya kasus ini diselesaikan dengan kekeluargaan. Kemudian datang Kaditsospol dari Pemda yang menghentikan penyiksaan itu.
Setelah itu Anda dibawa ke rumah sakit?
Iya, saya dibawa ke RS selama tiga jam, kemudian saya pulang. Selama dalam perjalanan memang banyak yang bertanya-tanya kenapa saya menjadi begini. Di RS pun banyak yang melayat. Sehingga itu alasan saya untuk tidak berlama-lama di RS. Bisa mengganggu pasien lain.
Kondisi Anda waktu pulang itu apakah sudah membaik?
Belum sih. Tapi daripada mengganggu orang lain mendingan saya beristirahat di rumah saja.
Apakah Anda tidak akan menuntut pihak kepolisian?
Saya tidak akan menuntut apa-apa. Saya sudah menganggap ini musibah saja. Apalagi sudah terjadi komitmen antara pihak kami dengan Kapolres bahwa tidak akan memperpanjang peristiwa ini. Pihak polisi pun akan menindak oknum-oknum polisi sesuai aturan yang berlaku. Saya kira itu sudah cukup.
Apakah Anda memperkirakan akibat penyiksaan Anda akan terjadi kerusuhan begini?
Saya tidak menyangka akan begini. Saya malah prihatin dan mengutuk kerusuhan ini.
Bukankah kerusuhan ini solidaritas terhadap Anda yang disiksa oleh oknum polisi?
Kalau mereka mengatakan bahwa ini solidaritas atau ukhuwah Islamiyah, bukan begitu caranya. Saya kira solidaritas Islam itu jika seorang muslim kena musibah, kita melayat dan mendoakan yang kena musibah itu.
Sebenarnya persoalannya sudah selesai di pesantren. Karena ini persoalan intern pesantren. Tapi tiba-tiba hari Jum'at (20 Desember 1996), Saudara Habib sebagai seksi keamanan pondok dipanggil pihak kepolisian. Karena waktu itu Saudara Habib tidak ada, maka yang datang saya dan Bapak ke kepolisian. Setelah datang ke sana kita diterima dan diminta keterangan. Setelah polisi sudah merasa cukup keterangan dari kita, maka kita diperbolehkan pulang.
Namun sebelum pulang, kita diminta supaya Saudara Habib dan Ihsan untuk datang ke kantor polisi pada hari Senin (23 Desember 1996). Maka, Senin itu Saudara Habib dan Ihsan didampingi oleh saya datang ke kantor polisi. Di sana sudah ada petugas. Lalu, kami masuk dan berkenalan. Setelah itu, kita mulai menerangkan peraturan yang berlaku di pesantren. Pembicaraan itu sebagai mukaddimahlah. Tetapi tiba-tiba Saudara Habib dipukul dan dijambak rambutnya. Kemudian, ketika polisi mau memukul lagi, saya menangkis untuk melindungi Habib. Ini refleks untuk melindungi dia. Jadi tanpa direncanakan.
Siapa yang memukul Habib itu?
Bapaknya Rizal (santri di Pesantren Condong yang dihukum rendam dan diceples karena mencuri uang santri sebanyak Rp 130 ribu, Red), Nursamsi. Setelah itu, mereka, teman-teman Nursamsi, menuduh saya melawan. Kemudian, saya dikeroyok dan dibawa ke dalam. Di situ mulai terjadi penyiksaan-penyiksaan.
Sekitar jam berapa waktu itu?
Jam 08. 30.
Berapa orang yang memeriksa Anda?
Pertama kali satu orang, tapi di dalam sudah ada beberapa orang, termasuk Pak Nursamsi. Saya nggak menghitungnya.
Penyiksaan itu hanya dilakukan oleh Nursamsi?
Oh, tidak. Yang bisa saya ingat, yang menyiksa saya empat orang.
Menurut Anda, apa alasannya mereka menyiksa Anda?
Yang pertama, karena saya melawan. Yang kedua, saya mendengar ada yang bilang: "Ini yang menyiksa anak Pak Nursamsi". Jadi itu alasannya.
Yang menyiksa Anda semua laki-laki?
Iya, laki-laki semua.
Kabarnya ada seorang polwan yang terlibat?
Off the record.
Kabar ini tersebar luas?
Saya nggak tahu. Tapi, saya sudah ceritakan semuanya kepada Pangdam, Kapolres, dan Bupati.
Apakah polisi-polisi yang menyiksa itu tahu Anda ini seorang guru pesantren?
Saya sudah mengemukakan bahwa saya guru ngaji dan saya punya banyak santri. Tapi mereka tidak begitu mempedulikan.
Bagaimana proses penyiksaan itu?
Yah.....seperti biasanya. Terjadi pemukulan-pemukulan dengan tangan, disuruh push up, ditonjok, disundut rokok, dan banyak lagi.
Berapa lama berlangsungnya proses itu?
Mungkin dari jam 08.30 sampai menjelang dhuhur (sekitar jam 12.00, Red).
Apakah yang lainnya ikut disiksa?
Iya, terutama Habib. Kalau Ihsan hanya sedikit. Tapi tetap yang paling parah disiksanya adalah saya.
Mengapa penyiksaan itu mengarahnya kepada Anda, padahal yang menghukum Rizal, anak Nursamsi, adalah Habib?
Saya nggak tahu. Mungkin karena emosi.
Apakah setelah disiksa itu Anda langsung dibawa ke rumah sakit?
Nggak, kami diinterogasi dulu. Karena sebelum itu kami belum sempat diinterogasi, sudah langsung disiksa. Pada saat diinterogasi pun posisi kita sudah payah, khususnya saya. Untuk menjawab pertanyaanpun susahnya minta ampun, karena tenggorokan ini kering.
Waktu interogasi, pertanyaan apa saja yang mereka ajukan?
Pertanyaannya sudah diarahkan oleh mereka pada kasus penyiksaan anak Pak Nursamsi. Tapi karena saya bukan tersangka dalam kasus ini, jadi Saudara Habib yang mendapat pertanyaan-pertanyaan seperti itu.
Kapan penyiksaan itu selesai?
Setelah datang telepon, entah dari siapa, yang menyatakan supaya kasus ini diselesaikan dengan kekeluargaan. Kemudian datang Kaditsospol dari Pemda yang menghentikan penyiksaan itu.
Setelah itu Anda dibawa ke rumah sakit?
Iya, saya dibawa ke RS selama tiga jam, kemudian saya pulang. Selama dalam perjalanan memang banyak yang bertanya-tanya kenapa saya menjadi begini. Di RS pun banyak yang melayat. Sehingga itu alasan saya untuk tidak berlama-lama di RS. Bisa mengganggu pasien lain.
Kondisi Anda waktu pulang itu apakah sudah membaik?
Belum sih. Tapi daripada mengganggu orang lain mendingan saya beristirahat di rumah saja.
Apakah Anda tidak akan menuntut pihak kepolisian?
Saya tidak akan menuntut apa-apa. Saya sudah menganggap ini musibah saja. Apalagi sudah terjadi komitmen antara pihak kami dengan Kapolres bahwa tidak akan memperpanjang peristiwa ini. Pihak polisi pun akan menindak oknum-oknum polisi sesuai aturan yang berlaku. Saya kira itu sudah cukup.
Apakah Anda memperkirakan akibat penyiksaan Anda akan terjadi kerusuhan begini?
Saya tidak menyangka akan begini. Saya malah prihatin dan mengutuk kerusuhan ini.
Bukankah kerusuhan ini solidaritas terhadap Anda yang disiksa oleh oknum polisi?
Kalau mereka mengatakan bahwa ini solidaritas atau ukhuwah Islamiyah, bukan begitu caranya. Saya kira solidaritas Islam itu jika seorang muslim kena musibah, kita melayat dan mendoakan yang kena musibah itu.